Setelah membaca artikel atau slide pertama kita akan mengkaji lebih mendalam bagaimana proses penciptaan, pengujian, dan pertanggungjawaban spiritual manusia.
Berikut adalah uraian terperinci yang menghubungkan keempat ayat tersebut (QS. 76:1, QS. 32:9, QS. 91:8, dan QS. 91:9):
🕋 Tahapan Penciptaan dan Ujian Manusia
1. Fase Sebelum Eksistensi (QS. Al-Insan [76]: 1)
“Bukankah telah datang atas manusia satu waktu dari masa, sedang dia ketika itu belum merupakan sesuatu yang dapat disebut?”
- Penjelasan: Ayat ini menyoroti ketiadaan mutlak manusia sebelum proses penciptaan. Ada suatu masa yang sangat panjang di mana entitas yang kini kita sebut “manusia” belum memiliki nama, wujud, atau eksistensi yang patut disebut (shay’an madhkuran).
- Implikasi: Ayat ini mengingatkan manusia akan kerendahan asal-usulnya dan betapa besarnya nikmat eksistensi yang diberikan Allah. Ini adalah titik awal kesadaran spiritual.
- Fase Penyempurnaan dan Pemberian Modal Ujian (QS. As-Sajdah [32]: 9)
“Kemudian Dia menyempurnakan dan meniupkan ke dalamnya roh (ciptaan)-Nya dan Dia menjadikan bagi kamu pendengaran, penglihatan dan hati; (tetapi) sedikit sekali kamu bersyukur.”
- Penjelasan: Setelah penciptaan fisik (sebagaimana disinggung dalam 76:2), Allah melakukan dua penyempurnaan penting:
- Peniupan Ruh: Ini adalah momen ketika raga fisik (jasmani) diintegrasikan dengan aspek spiritual (ruh), memberikan kehidupan dan kesadaran. Inilah yang membedakan manusia dari makhluk non-spiritual lainnya.
- Pemberian Modal: Manusia dibekali pendengaran (sama’), penglihatan (bashar), dan hati/nurani (fu’ad). Ketiga modal ini adalah instrumen utama untuk menerima petunjuk, memahami perintah dan larangan (sebagaimana tujuan ujian dalam 76:2), dan membedakan kebenaran.
Implikasi: Ayat ini menegaskan bahwa alat untuk berhasil dalam ujian hidup telah disediakan secara sempurna oleh Allah.
- Fase Penanaman Pilihan (Ilham) Spiritual (QS. Asy-Syams [91]: 8)
“lalu Dia mengilhamkan kepadanya jalan kefasikan dan ketakwaannya.”
- Penjelasan: Setelah manusia menjadi makhluk yang utuh (ruh dan raga, serta indra), Allah menanamkan dalam jiwanya (nafs) potensi ganda:
- Fujuroha (فُجُورَهَا): Potensi untuk berbuat fasik, jahat, atau menyimpang dari kebenaran.
- Taqwaha (تَقْوَاهَا): Potensi untuk bertakwa, berbuat baik, atau lurus di jalan Allah.
- Implikasi: Ayat ini menjelaskan bahwa Allah memberikan kejelasan moral internal (hidayah fitriah). Manusia secara fitrah tahu mana yang benar dan salah, baik melalui akal, hati, maupun wahyu yang datang kemudian. Ini adalah inti dari kebebasan berkehendak dan pertanggungjawaban.
- Fase Pertanggungjawaban dan Kemenangan (QS. Asy-Syams [91]: 9)
“sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikannya (jiwa itu).”
- Penjelasan: Ayat ini adalah kesimpulan praktis dari seluruh proses. Karena manusia dibekali potensi kebaikan dan keburukan (91:8), keberuntungan (aflaha) sejati hanya diraih oleh mereka yang berhasil menyucikan jiwa (zakkaha).
- Mensucikan Jiwa (Tazkiyatun Nafs): Proses ini berarti secara sadar memilih potensi takwa (kebaikan) yang diilhamkan Allah, menundukkan dan membersihkan jiwa dari potensi fasik (keburukan), melalui ketaatan, ibadah, dan akhlak mulia.
Implikasi: Inilah hasil akhir dari ujian yang telah disiapkan sejak manusia belum disebut (76:1) dan dibekali pendengaran, penglihatan dan hati (32:9). Kemenangan hidup di dunia dan akhirat terletak pada perjuangan untuk memilih dan memprioritaskan kebaikan.
***
Rangkaian ayat ini melukiskan perjalanan eksistensi manusia dari nol hingga pertanggungjawaban

