Hikmah dari Kisah Wafatnya Abu Thalib

bismillah
ath

Kisah Menjelang Wafatnya Abu Thalib

Abu Thalib bin Abdul Muttalib adalah paman Rasulullah SAW yang sangat dicintai. Setelah kakek Nabi, Abdul Muttalib, wafat, Abu Thalib mengambil alih tugas merawat dan melindungi Muhammad SAW. Peran Abu Thalib sangatlah penting; meskipun ia sendiri tidak pernah memeluk Islam, ia memberikan perlindungan mutlak (proteksi sosial dan politik) kepada keponakannya dari ancaman para pembesar Quraisy selama masa-masa awal dakwah yang paling sulit di Makkah.

Ketika dakwah Nabi semakin kuat, kaum Quraisy juga semakin meningkatkan tekanan. Pada sekitar tahun ke-10 kenabian, yang dikenal sebagai Tahun Dukacita (‘Ām al-Huzn), Abu Thalib jatuh sakit keras.

 

abuth sakit

Di ranjang menjelang kematiannya (untuk ilustrasi silahkan menonton Film serial Umar ibn Khatab seri ke 9), Abu Thalib didatangi oleh beberapa kelompok orang yaitu para pembesar Quraisy termasuk Abu Jahal.

Rasulullah SAW sangat berharap dan diliputi rasa kecemasan, memohon agar pamannya mau beriman dengan mengucapkan syahadat.

Sedangkan para Pembesar Quraisy datang untuk memastikan Abu Thalib meninggal di atas agama nenek moyang mereka.

 

Pergulatan Iman Melawan Tradisi

Dalam suasana genting itu, Rasulullah SAW mendekati pamannya dan memohon dengan penuh harap:

“Wahai pamanku, ucapkanlah ‘Lā ilāha illallāh’ (Tiada Tuhan selain Allah), satu kalimat yang akan aku jadikan hujjah (bukti) untuk membelamu di sisi Allah pada hari Kiamat.”

Kalimat ini adalah kunci keselamatan. Namun, permintaan Nabi segera diintervensi oleh Abu Jahal dan Abdullah bin Abi Umayya. Mereka berulang kali membisikkan ancaman dan tekanan sosial kepada Abu Thalib:

Wahai Abu Thalib, apakah engkau akan meninggalkan agama Abdul Muttalib (kakekmu, yang merupakan pegangan suku Quraisy)?”

Para pembesar Quraisy sengaja menggunakan nama Abdul Muttalib untuk memicu harga diri dan ikatan tradisi suku Abu Thalib. Ini adalah pergulatan hebat di hati Abu Thalib, antara kecintaan pada keponakannya dan Islam yang dibawanya, atau ketaatan untuk menjunjung tinggi kehormatan nilai-nilai tradisi leluhur suku Quraisy.


Keputusan Akhir dan Wafat

Pergulatan itu berakhir ketika Abu Thalib memberikan jawaban terakhirnya. Diriwayatkan bahwa ia mengucapkan bahwa ia akan tetap berada di atas agama Abdul Muttalib dan menolak untuk mengucapkan syahadat.

Meskipun Nabi Muhammad SAW terus mengulangi permohonannya hingga napas terakhir pamannya, Abu Thalib wafat dalam keadaan tidak memeluk Islam.

Kematian Abu Thalib—selain wafatnya istri beliau, Khadijah, di tahun yang sama—menjadi pukulan berat bagi Rasulullah SAW. Beliau sangat berduka dan sempat bertekad untuk memohonkan ampunan bagi pamannya.

Namun, kemudian turunlah ayat Al-Qur’an sebagai teguran sekaligus penghiburan:

Ayat ini mengajarkan bahwa hidayah (petunjuk untuk beriman) adalah hak prerogatif mutlak Allah SWT, bukan milik Rasulullah SAW atau siapa pun orang beriman, meskipun orang yang dicintai itu adalah kerabat terdekat.

Meskipun Abu Thalib meninggal tanpa beriman, riwayat hadis menyebutkan bahwa karena jasa-jasa perlindungannya yang besar kepada Nabi, ia akan mendapatkan siksaan teringan di neraka.

Seperti apakah siksaan teringan nanti?

Kisah ini merupakan pelajaran penting tentang batasan kasih sayang keluarga dan pentingnya hidayah Allah dalam menentukan keimanan seseorang.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah yang mengatakan : “ Karenanya para shahabat Nabi SAW mereka lebih kuat iman dan lebih semangat dalam jihad daripada orang-orang setelah mereka, karena mereka mengenal kebaikan dan juga mengenal kejelekan. Mereka sangat semangat mengenali kebaikan dan begitu benci pada kejelekan. Karena mereka tahu bagaimana akibat baik dari iman dan amalan shalih, serta akibat jelek dari orang yang berbuat kekafiran dan maksiat.” (Fatawa al kubra )
Begitu halnya dengan Syaikh Sulaiman At Tamimi rahimahullah berkata : “ Siapa yang tidak mengenal kecuali kebaikan saja tentu ia bisa saja mendatangi kejelekan karena ia tidak mengetahuinya. Bisa jadi ia terjerumus di dalamnya atau ia tidak mengingkari kejelekan tersebut seperti orang yang mengetahuinya. Karenanya ‘Umar bin Khaththab, berkata : “ Sungguh akan terlepas tali Islam perlahan demi perlahan ketika seseorang berada dalam Islam namun tidak mengenal perkara jahiliyah.” 3 3 Taisir Al ‘Azizil Hamid 1/283.

Ketika Abu Thalib mendekati ajalnya, Rasulullah SAW masuk menemuinya dan di dekatnya ada Abu Jahal dan Abdullah bin Abu Umayyah. Lalu beliau SAW bersabda :

Wahai pamanku, ucapkanlah ‘Laa Ilaaha Illallah‘ yang dengannya aku akan berhujjah untuk membelamu di sisi
Allah SWT. “ Maka Abu Jahal dan Abdullah bin Umayyah berkata kepadanya : “ Wahai Abu
Thalib, apakah kamu benci dengan agama ‘Abdul Muthalib ? “ Rasulullah SAW kembali mengulangi ajakannya dan mereka kembali mengulangi ucapannya. Maka Nabi SAW bersabda kepadanya : “ Sungguh akan aku akan mintakan ampunan untukmu selama aku tidak dilarang.


“ Lalu turunlah ayat : “ Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. “ (QS At Taubah : 113)


Dan Allah SWT menurunkan tentang keadaan Abu Thalib dan berkata kepada Rasulullah SAW : 
Sesungguhnya engkau tidak bisa memberikan hidayah kepada orang yang engkau cintai akan tetapi Allah yang memberi hidayah kepada siapa saja yang Dia kehendaki. “ ( QS Al Qashshash : 56 ) 4

Dalam suatu riwayat Abu Thalib berkata : “Seandainya saja orang-orang Quraisy tidak mencelaku dengan mengatakan : “ Sesungguhnya dia hanya mengatakan karena akan mati saja, niscaya aku akan mengucapkan kalimat itu untuk menyenangkanmu.” ( Muttafaqun ‘Alaihi ) 5 5 HR Imam Al Bukhari no 3884 dan Imam Muslim no 24 dan ini lafadz Imam Muslim.

Abu Thalib pernah bersyair :

“ Sungguh aku mengetahui bahwa agamanya Muhammad… adalah agama terbaik dari seluruh agamanya manusia “
أوْ حزاسِ مَعَجَّتٍ  ىْلا الملامَت َ  ل …ن مُجِ نًِا  اك   لىَحذْجني ظمْحًا بِز
Kalau bukan karena celaan dan menghindari aib… maka kalian akan mendapatkanku ada dalam petunjuk itu “

Al Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah menjelaskan keadaan ‘Abdullah bin Abi Umayyah bin Al Mughirah bahwa dia masuk Islam dan bagus keIslamannya sedangkan Abu Jahl adalah thaghut yang telah jelas kesesatannya dan terbunuh pada saat perang Badar (Al Ishaabah 3/36).

Pelajaran yang dapat diambil dari kisah ini:


Pertama : Tauhid menyelamatkan pemiliknya.

Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. “ ( QS Al An’aam : 82 )

Rasulullah SAW bersabda :
Siapa yang bersyahadat (bersaksi) bahwa tidak ada ilah (sesembahan) yang berhak disembah selain Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan ‘Isa adalah hamba dan Rasul-Nya, dan kalimat yang disampaikan-Nya kepada Maryam serta ruh dari-Nya, dan bersaksi bahwa surga dan neraka benar adanya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga, sesuai amal yang telah dikerjakakannya.” ( Muttafaqun ‘Alaihi )

Menjelaskan tentang pentingnya bertauhid dan bahaya lawan dari tauhid yaitu kesyirikan, Imam Adz Dzahabi rahimahullah berkata : “ Siapa yang mempersekutukan Allah SWT lalu meninggal dalam keadaan musyrik maka dia termasuk penghuni neraka secara pasti. Sebagaimana siapa yang beriman kepada Allah  (bertauhid) dan meninggal dalam keadaan beriman maka dia termasuk penghuni surga, walaupun dia harus disiksa – terlebih dulu – di dalam neraka. “ (Al Kaba’ir )

Kedua : Tidak diperbolehkan meminta ampunan untuk orang musyrik dan kafir, sebagaimana tidak diperbolehkan berdoa agar mereka diampuni, dimasukkan kedalam surga dan diselamatkan dari neraka.
Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW menziarahi kuburan ibunya dan menangis, menangis pula orang orang yang ada disekitarnya, kemudian beliau SAW bersabda :
Aku memohon izin kepada Rabbku untuk memintakan ampunan baginya, namun tidak diperkenankan oleh-Nya, dan aku meminta izin untuk menziarahi kuburnya lalu diperkenankan oleh-Nya. Karena itu, berziarahlah kubur karena ia akan mengingatkan kalian akan kematian. “
( HR Imam Muslim )

Imam Ibnu Katsir rahimahullah berkata : “ Seandainya Abu Thalib masuk Islam, maka tentu ia tidak bisa mencegah kaumnya ketika mengganggu Rasulullah SAW dan para shahabatnya. Ia bela keponakannya sesuai dengan kemampuannya, baik dengan perbuatan, dengan perkataan, dengan jiwa, dan dengan harta. Akan tetapi ia tidak diberi hidayah iman. Ada hikmah yang besar di balik itu semua. Kita hanya bisa beriman dan pasrah akan keadaan ini. Seandainya Allah  tidak melarang untuk memintakan ampun pada orang musyrik, tentu kita akan tetap berdoa kepada Allah agar Abu Thalib diampuni dan mendoakan rahmat untuknya.” (Al Bidayah Wa An Nihayah 4/314 – 315).

Allah telah melarang Nabi-Nya dan kaum mukminin untuk memohon ampunan untuk orang orang yang mati dalam keadaan musyrik walaupun orang orang tersebut adalah karib kerabat atau orang orang yang dicintai. Allah SAW berfirman :


Tidak sepatutnya bagi Nabi dan orang-orang yang beriman memintakan ampun (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabat (nya), sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka jahanam. “ ( QS At Taubah : 113 )

Dan Allah menjelaskan bahwa memohon ampunan untuk mereka tidak berguna, Allah berfirman :
“ Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali , namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampunan kepada mereka yang demikian itu adalahkarena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya dan Allah tidak memberi petunjuk kepada
kaum yang fasik. “ ( QS At Taubah : 80 )

Ketiga : Bahwa syafa’at Rasulullah untuk Abu Thalib adalah untuk memperingan adzabnya bukan menghilangkan adzab. ‘Abbas bin Abdil Muthalib RA berkata kepada Rasulullah :
Mengapa anda tidak menolong pamanmu padahal dia yang melindungimu dan marah demi membelamu ? “ Beliau  bersabda : “ Dia berada di tepian neraka. Seandainya bukan karena aku, dia tentu sudah berada di dasar neraka. “ ( Muttafaqun ‘Alaihi ) 11
Ibnu ‘Abbas berkata : bersabda Rasulullah  :
“ Penduduk neraka yang siksanya paling ringan adalah Abu Thalib, dia memakai sandal dengan dua sandal yang mana otaknya mendidih karena panas keduanya.” ( HR Imam Muslim )

Dalam riwayat yang lain : “ Orang tersebut merasa bahwa tidak ada seorang pun yang siksanya lebih pedih daripadanya, padahal siksanya adalah yang paling ringan di antara mereka. “ ( HR Imam Muslim )

Keempat : Bahwasanya tidak bermanfaat keta’atan bersamaan dengan kesyirikan dan kekufuran, bahkan kesyirikan dan kekufuran akan membatalkan seluruh ganjaran amal kebaikan, sebagaimana diwahyukan oleh Allah  dan Rasul-Nya.

Allah berfirman :
Dan Kami hadapi segala amal yang mereka kerjakan, lalu Kami jadikan amal itu (bagaikan) debu yang berterbangan. “ ( QS Al Furqaan : 23 )


Allah SWT berfirman :
Dan sesungguhnya telah diwahyukan kepadamu dan kepada (nabi-nabi) yang sebelummu. “ Jika kamu mempersekutukan (Tuhan), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi. “ ( QS Az Zumar : 65 )

Allah SWT berfirman :
Itulah petunjuk Allah, yang dengannya Dia memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendakiNya di antara hamba-hambaNya, seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan. “ ( QS Al An’aam : 88 )

Abu Hurairah RA berkata : Rasulullah SAW bersabda : Allah berfirman : “ Aku sama sekali tidak memerlukan sekutu dalam perbuatan syirik. Siapa yang menyekutukan-Ku dengan selain-Ku, maka Aku akan meninggalkannya (tidak menerima amalannya – pent) dan perbuatan syiriknya. “ ( HR Imam Muslim )

Kelima : Bahwa bagi orang musyrik tidak bermanfaat bagi mereka syafaat yang bisa memberikan syafaat pada hari kiamat, walaupun yang bisa memberikan syafaat adalah para nabi yang mulia ataupun wali wali Allah yang shalih.


Abu Hurairah berkata : bersabda Rasulullah :
Nabi Ibrahim AS bertemu dengan ayahnya, Azar, pada hari qiyamat. Ketika itu wajah Azar ada debu hitam lalu Ibrahim AS berkata kepada bapaknya : “ Bukankah aku sudah katakan kepada ayah agar tidak menentangku ? “ Bapaknya berkata : “ Hari ini aku tidak akan menentangmu ? “ Kemudian Ibrahim AS berkata : “ Wahai Rabb, Engkau sudah berjanji kepadaku untuk tidak menghinakan aku pada hari berbangkit. Lalu kehinaan apalagi yang lebih hina dari pada keberadaan bapakku yang jauh (dariku) ? “ Allah  berfirman : “ Sesungguhnya Aku mengharamkan surga bagi orang-orang kafir ”. Lalu dikatakan kepada Ibrahim AS :
“ Wahai Ibrahim, apa yang ada di kedua telapak kakimu ? “ Maka Ibrahim AS melihatnya yang ternyata ada seekor anjing hutan yang kotor. Maka anjing itu diambil kakinya lalu dibuang ke neraka. “ ( HR Imam Al Bukhari )

Abu Hurairah berkata : bersabda Rasulullah :
Ketika turun ayat “ Dan peringatkanlah keluargamu yang terdekat. ( QS Asy Syu’ara : 214 ). Beliau SAW bersabda : “ Wahai orang-orang Quraisy belilah diri kalian dari Allah, saya tidak mampu menolong kalian sedikitpun dari Allah, wahai Bani Abd Manaf, saya tidak mampu menolong kalian sedikitpun dari Allah, wahai Abbas bin Abdul Muththalib, saya tidak mampu menolong kamu sedikitpun dari Allah, wahai Shafiyah bibi Rasulullah, saya tidak mampu
menolong kamu sedikitpun dari Allah, wahai Fathimah binti Muhammad mintalah kepadaku apa yang engkau inginkan dari hartaku, saya tidak mampu menolong kamu sedikitpun dari
Allah.” ( Muttafaqun ‘Alaihi )

Dan sungguh benar firman Allah :
Dan sekali-kali bukanlah harta dan bukan (pula) anak-anak kamu yang mendekatkan kamu kepada Kami sedikitpun, tetapi orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal shaleh, mereka itulah yang memperoleh balasan yang berlipat ganda disebabkan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka aman sentausa di tempat-tempat yang tinggi (dalam syurga). “ ( QS Sabaa : 37 )

Keenam : Berhati hati dari memiliki teman yang buruk.

Tampak dalam hadits diatas bahwa Abu Jahl dan Abdullah bin Abi Umayyah senantiasa menghasut Abu Thalib sehingga dia mati dalam keadaan kufur dan itulah akhir dari hidupnya yang buruk.


Rasulullah telah mengarahkan umatnya untuk memilih teman duduk yang baik, Abu Hurairah RA berkata : bersabda Rasulullah:
Seseorang berada diatas agama shahabatnya, maka hendaklah seseorang memperhatikan dengan siapa dia bershahabat. “ ( HR Imam Abu Daud )


Rasulullah bersabda :
Permisalan teman yang baik dan teman yang buruk ibarat seorang penjual minyak wangi dan seorang pandai besi. Penjual minyak wangi mungkin akan memberimu minyak wangi, atau engkau bisa membeli minyak wangi darinya, dan kalaupun tidak, engkau tetap mendapatkan bau harum darinya. Sedangkan pandai besi, bisa jadi (percikan apinya) mengenai pakaianmu,
dan kalaupun tidak engkau tetap mendapatkan bau asapnya yang tak sedap.” ( Muttafaqun ‘Alaihi )

Berkata seorang penyair :
عن المشء لا حعلْ وظل عن شٍ نه …نف ل شٍن بالم اسن خذي
“ Tentang seseorang tidak perlu engkau tanyakan keadaannya,
tanyakanlah tentang keadaan temannya…
karena setiap orang akan berusaha mencocoki keadaan orang yang dia temani. “

Ketujuh : Bolehnya mendatangi orang kafir yang sedang sakaratul maut untuk mengajak mereka hijrah kepada Islam.

Anas bin Malik berkata :
“ Sesungguhnya, seorang anak Yahudi yang biasa melayani Nabi  menderita sakit. Lalu Nabi membesuknya, kemudian dia duduk di sisi kepalanya. Lalu berkata, ‘Masuk Islamlah.” Sang anak memandangi bapaknya yang ada di sisi kepalanya. Maka sang bapak berkata kepadanya, “ Taatilah Abal Qasim .” Maka anak tersebut masuk Islam. Lalu Rasulullah  keluar seraya berkata, “ Segala puji bagi Allah yang telah menyelamatkannya dari neraka.” ( HR Imam Bukhari )

Kedelapan : Seseorang terkadang mengetahui kebenaran akan tetapi menolaknya dengan berbagai alasan diantaranya kedekatan nasab, hal ini jelas tampak dalam lafadz : “ أجشغبُ عن ملت عجذ المطلب – apakah engkau membenci agama bapakmu ? “

Yang wajib diketahui, bahwa kepercayaan dan perbuatan nenek moyang bukan standar kebenaran, Allah berfirman :
“ Dan apabila dikatakan kepada mereka : “ Ikutilah apa yang telah diturunkan Allah, mereka menjawab : “ (Tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami”. “(Apakah mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk ? “ ( QS Al Baqarah: 170 )

Kesembilan : Bahwa ucapan syahadat yang dibangun tanpa keikhlasan didalam mengucapkannya tidak membawa manfaat bagi pengucapnya.

Merupakan salah satu syarat dari kalimat syahadat adalah ikhlas, yang dimaksud ikhlas adalah memurnikan amal dengan niat yang benar dan menjauhi segala bentuk kesyirikan.


Allah berfirman :
Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata) : “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta dan sangat ingkar.” ( QS Az Zumar : 3 )

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” ( QS Al Bayinah : 5 )

Abu Hurairah RA dari Nabi beliau bersabda :
Manusia yang paling bahagia dengan syafaatku adalah mereka yang mengucapkan laa ilaha illallaah ikhlas dari hati atau jiwanya.” ( HR Imam Al Bukhari )

Kesepuluh : Kemuliaan nasab sama sekali tidak meninggikan derajat seseorang di sisi Allah jika tidak disertai amal shalih. 

Rasulullah bersabda :
“ Siapa yang lambat amalnya, maka kemuliaan nasab tidak dapat mempercepatnya. “ ( HR Imam Muslim )

Imam An Nawawi rahimahullah berkata : “ Sudah seharusnya seseorang tidak bersandar pada kemuliaan nasab dan kemuliaan nenek moyang sehingga menyebabkan dirinya malas beramal shalih.

Penutup
Nikmat Islam dan Iman adalah nikmat yang terbesar – yang Allah SWT anugrahkan untuk seorang hamba, tidak semua orang mendapatkannya – sebagaimana tidak semua orang yang mendapatkannya mensyukurinya.
Kisah Abu Thalib – menyajikan kepada kita sederet pelajaran, dimana yang paling penting darinya adalah nilai agung dari Tauhid dan Kesempatan mengucapkan Dua Kalimat Syahadat.


Bersyukurlah sebagai seorang muslim dan jaga keIslaman kita sampai akhir.

 
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp
Email
Telegram
Ingin mendapatkan Pahala Jariyah dengan berbagi? Silahkan share ke SOSMED Anda…